Surabaya, Juli 2024 —Rumah Bahasa Surabaya kembali menggelar kegiatan edukatif lintas budaya bertajuk Korean Cultural Class bekerja sama dengan Surabaya Korean Center (WM-BBB) dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Kegiatan ini berlangsung dalam dua sesi, yaitu pada tanggal 17 dan 22 Juli 2024, menghadirkan dua pengajar asli Korea Selatan, Kim Gayeon dan Jung Yugyeong, serta diikuti oleh 17 peserta dari berbagai latar belakang.
Melalui pendekatan experiential learning, kegiatan ini mengajak peserta untuk tidak hanya mengenal budaya Korea dari sisi populer, tapi juga mengeksplorasi nilai-nilai keseharian yang jarang tersorot: dari tradisi minum teh hingga ekspresi kreatif melalui jurnal budaya.
Mengenal Teh Tradisional dan Sirup Buah ala Korea
Sesi pertama yang digelar pada 17 Juli 2024, mengangkat tema Sweet Lab. Kelas dibuka dengan diskusi ringan seputar persepsi peserta tentang budaya Korea. Seperti yang diduga, banyak yang menyebut K-Pop dan K-Drama. Namun, sesi ini justru mengajak peserta menengok budaya Korea dari sisi yang lebih sederhana: teh tradisional dan sirup buah.
Kim Gayeon memperkenalkan beragam jenis teh seperti yujacha (teh citron) yang kaya vitamin C, daechucha (teh jujube) yang menenangkan, hingga omija yang dikenal sebagai 'teh lima rasa '. Selain mencicipi, peserta juga memahami filosofi hidup masyarakat Korea yang menjunjung ketenangan dan kesehatan lewat kebiasaan minum teh.
Setelah sesi teh, peserta praktik langsung membuat sirup buah khas Korea, menggunakan buah jeruk, nanas, dan buah naga. Kegiatan ini dipandu dengan video instruksional dan dilakukan secara berkelompok. Selain melatih keterampilan, proses ini juga mempererat interaksi antarpeserta. Sirup hasil kreasi tidak bisa langsung dikonsumsi karena harus melalui proses fermentasi selama minimal tiga hari.
Membaca Budaya Lewat Jurnal dan Stiker
Pada 22 Juli 2024, sesi kedua menghadirkan kegiatan yang lebih reflektif lewat journaling budaya Korea. Dipandu oleh Jung Yugyeong, peserta dikenalkan dengan berbagai stiker budaya Korea, mulai dari ikon kuliner seperti bibimbap dan kimchi, hingga simbol tradisional seperti bokjumeoni (pouch keberuntungan).
Dengan menempelkan stiker di jurnal masing-masing dan menuliskan kesan pribadi, peserta diajak merenungkan apa yang mereka pelajari dan rasakan selama mengikuti kelas. Dari cerita tentang mencoba teh untuk pertama kalinya, hingga keinginan untuk suatu hari bisa mengunjungi Korea Selatan, tiap catatan menjadi cerminan pengalaman yang membekas.
Tak hanya itu, peserta juga mendapat informasi menarik seputar kehidupan sehari-hari di Korea, seperti pojangmacha yaitu gerobak makanan kaki lima yang mirip angkringan dan jaringan toko Lotte yang berperan seperti minimarket di Indonesia.
Menumbuhkan Respek Lewat Interaksi Budaya
Program Korean Cultural Class ini menjadi bukti bahwa pembelajaran budaya bisa dilakukan secara ringan namun tetap bermakna. Lewat kegiatan yang interaktif dan aplikatif, peserta diajak untuk merasakan langsung nilai-nilai budaya Korea, bukan sekadar mendengarnya secara teori.
Kehadiran tutor asli dari Korea Selatan menambah kedalaman suasana kelas dan membantu peserta membangun koneksi lintas budaya yang hangat dan terbuka. Dari remasan buah hingga tempelan stiker, setiap aktivitas menjadi jembatan untuk memahami cara hidup yang berbeda dan membangun rasa saling menghargai.
“Belajar budaya bukan sekadar mengenal adat dan kebiasaan, tetapi tentang membuka diri terhadap dunia yang lebih luas. Selama dua hari ini, Korea hadir di Surabaya bukan sebagai destinasi jauh, tetapi sebagai pengalaman yang nyata dan membekas.”


